Tanah Air Mata
Dalam remang malam yang mulai menyapa, aku duduk tersandar di sebuah bus kota. Sembari menikmati perjalanan, tiba-tiba pikiranku melayang melamunkan tentang kehidupan sosial di sekitarku. Beberapa saat kemudian, seorang lelaki naik ke bus dan "memohon diri" untuk membacakan sebuah sajak. Seolah mengiringi lamunanku dia membawakan sajak berjudul "Tanah Air Mata" karya Sutardji Calzoum Bachri:
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami
airmata tanah air kami
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata
0 comments:
Post a Comment