Citra dan Media Massa
Kotler (dalam Sutisna, 2003: 331) mendefinisikan citra sebagai jumlah dari keyakinan, gambaran dan kesan yang dipunyai seseorang pada suatu obyek. Obyek dimaksud bisa berupa orang, organisasi, kelompok orang atau yang lainnya yang dia ketahui. Menurut Roberts (dalam Rakhmat, 2001: 223), citra menunjukkan keseluruhan informasi tentang dunia ini yang telah diolah, diorganisasikan dan disimpan individu. Kedua definisi tersebut menjelaskan bahwa citra berkaitan dengan pemahaman atau persepsi seseorang tentang suatu obyek berdasar informasi yang diterimanya. Seperti dinyatakan Ruslan (2002: 74), pengertian tentang citra pada dasarnya merupakan hal yang abstrak dan tidak bisa diukur secara matematis, tetetapi wujudnya bisa dirasakan dari hasil penilaian baik atau buruk yang berasal dari khalayak sasaran khususnya dan masyarakat secara luas.
Dwidjowijoto (2004: 62) menyatakan bahwa dalam proses pencitraan, media komunikasi massa mengambil peran terbesar Terkait dengan hal ini, menurut Rakhmat (2001: 224-227) peranan media (massa) dalam pembentukan citra, adalah sebagai berikut:
* Menampilkan realitas kedua. Informasi atau realitas yang ditampilkan media massa pada dasarnya sudah diseleksi oleh lembaga media yang bersangkutan sehingga menghasilkan realitas kedua. Hal ini mengakibatkan khalayak membentuk citra tentang lingkungannya berdasar realitas kedua yang ditampilkan media massa.
* Memberikan status. Di sisi lain, media juga memberikan status (status conferal). Seseorang atau kelompok bisa mendadak terkenal karena diliput secara besar-besaran oleh media. Sebaliknya orang terkenal mulai terlupakan karena tidak pernah diliput media.
* Menciptakan stereotip. Adanya proses seleksi informasi dalam media, maka media massa turut mempengaruhi pembentukan citra yang bias dan tidak cermat sehingga menimbulkan stereotip. Secara singkat stereotip diartikan sebagai gambaran umum tentang individu, kelompok, profesi atau masyarakat yang tidak berubah-ubah, bersifat klise dan seringkali timpang dan tidak benar.
Lebih lanjut Rakhmat (2001: 227) menyatakan bahwa pengaruh media tidak berhenti sampai pada pembentukan citra saja tetapi juga sampai pada mempertahankan citra yang sudah dimiliki khalayaknya. Media massa mencerminkan citra khalayak dan khalayak memproyeksikan citranya pada penyajian media massa.
Suyatno menyatakan bahwa citra pada dasarnya bisa dibuat, diubah, maupun didesakkan ke arah tertentu sesuai dengan keinginan dan kepentingan yang membuat kesan. Dengan begitu, citra bisa merupakan sesuatu yang sebenarnya atau bisa pula hal yang tidak sesuai dengan kenyataan (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0604/01/0802.htm). Agar citra yang dipersepsikan oleh masyarakat baik dan benar (dalam arti ada konsistensi antara citra dengan realitas), citra perlu dibangun secara jujur (Sutisna, 2003: 335).